Monday, June 30, 2014

Tahun Ajaran Baru 2014/2015, Sekolah sudah Terapkan Kurikulum 2013

Mulai tahun ajaran baru 2014/2015, proses belajar-mengajar di sekolah di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) mulai tingkat SD, SLTP dan SLTA sudah diterapkan dengan sistem medote pengajaran Kurikulum 2013.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Rohul, H. Muhammad Zen SPd,MMPd, Rabu (4/6/2014).

Ditanya kesiapan penerapan Kurikulum 2013, M. Zen mengatakan baik dari sisi tenaga pengajar maupun kelengkapan buku-buku pendukung sudah disiapkan. Nantinya, pada tahun ajaran baru Kurikulum 2013 sudah diterapkan.

"Di tingkat SD/MI, nantinya diterapkan bagi seluruh pelajar kelas I, II, III dan IV, sedangkan kelas V dan VI masih gunakan kurikulum sekarang. Di tingkat SLTP dan SLTA seluruhnya sudah diterapkan," jelas M. Zen.

Diakuinya, tenaga pendidik sudah diberikan pembinaan, terkait untuk penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah. Termasuk, untuk buku-bukunya nantinya dianggarkan oleh pusat, dan buku-buku didrop ke seluruh sekolah.

"Jelasnya, Kabupaten Rokan Hulu yang pertama siap diterapkan Kurikulum 2013 untuk kegiatan belajar-mengajar di seluruh sekolah. Kita harapkan, nantinya tenaga pendidik (guru-red) bisa menyesuaikan program kegiatan dengan kurikulum 2013," kata M. Zen.

Program kegiatan belajar mengajar dengan Kurikulum 2013 nantinya, diterapkan metode yakni mengutamakan kreatifitas anak didik dalam belajar. Diharapkan, dari penerapan kurikulum tahun ini, nantinya tingkat pendidikan akan lebih baik dan meningkat

Monday, June 16, 2014

Kebijakan Akreditasi Sekolah

1. Apa Akreditasi Sekolah itu?
Akreditasi sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik  yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan
2. Apa yang menjadi rasional kebijakan Akreditasi Sekolah?
Yang menjadi rasional atau alasan kebijakan akreditasi  sekolah di  Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan
3. Apa lingkup Akreditasi Sekolah?
Lingkup Akreditasi sekolah mencakup:
  1. Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA).
  2. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI).
  3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs).
  4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).
  5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
  6. Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB).
4. Apa tujuan  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah bertujuan :
  1. Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah/Madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
  2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
  3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.
5. Apa Manfaat  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah memiliki manfaat:
  1. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
  2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
  3. Dapat dijadikan  umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah.
  4. Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.
  5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masy, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.
  6. Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.
6. Prinsip-Prinsip Apa yang Perlu Dipegang dalam Kegiatan  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip:
  1. Objektif; akreditasi Sekolah/Madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh suatu Sekolah/Madrasah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kelayakan itu diperiksa dengan jelas dan benar untuk memperoleh informasi tentang kebera-daannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.
  2. Komprehensif; dalam pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah, fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai komponen pendidikan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan Sekolah/Madrasah tersebut.
  3. Adil; dalam melaksanakan akreditasi, semua Sekolah/Madrasah harus diperlakukan sama dengan tidak membedakan S/M atas dasar kultur, keyakinan, sosial budaya, dan tidak memandang status Sekolah/Madrasah baik negeri ataupun swasta. Sekolah/Madrasah harus dilayani sesuai dengan kriteria dan mekanisme kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif.
  4. Transparan; data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi S/M seperti kriteria, mekanisme kerja, jadwal serta sistem penilaian akreditasi dan lainnya harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukannya.
  5. Akuntabel; pelaksanaan akreditasi S/M harus dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi penilaian maupun keputusannya sesuai aturan dan prosedur yang telah ditetapkan
7. Apa persyaratan mengikuti Akreditasi Sekolah?
Sekolah/Madrasah dapat mengikuti kegiatan akreditasi, apabila memenuhi persyaratan berikut:
  1. Memiliki Surat Keputusan Pendirian/ Operasional Sekolah/Madrasah.
  2. Memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas.
  3. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan.
  4. Memiliki pendidik dan tenaga kependidikan.
  5. Melaksanakan kurikulum yang berlaku, dan
  6. Telah menamatkan peserta didik.
8. Apa komponen yang dinilai dalam kegiatan  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah mencakup delapan komponen dalam Standar Nasional Pendidikan
  1. Standar Isi, [Permendiknas No. 22/2006]
  2. Standar Proses, [Permendiknas No. 41/2007]
  3. Standar Kompetensi Lulusan, [Permendiknas No. 23/2006]
  4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, [Permendiknas No. 13/2007 tentang Kepala Sekolah, Permendiknas No. 16/2007 tentang Guru, Permendiknas No. 24/2008 tentang Tenaga Administrasi]
  5. Standar Sarana dan Prasarana [Permendiknas 24/2007]
  6. Standar Pengelolaan, [Permendiknas 19/2007]
  7. Standar Pembiayaan, [Peraturan Pemerintah. 48/2008]
  8. Standar Penilaian Pendidikan. [Permendiknas 20/2007]
9. Siapa yang melaksanakan Akreditasi Sekolah?
Untuk melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M).
10. Bagaimana Tingkat dan Kewenangan Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M) ?
Tingkat dan kewenangan  Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah adalah  sebagai berikut:
  1. Badan Akreditasi Nasional-Sekolah/Madrasah (BAN-S/M);merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan, dan melaksanakan akreditasi S/M.
  2. Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M); melaksanakan akreditasi untuk TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, dan SLB.
  3. Unit Pelaksana Akreditasi  (UPA)-Kabupaten/Kota; membantu BAP-S/M melaksanakan akreditasi.
11. Apa fungsi Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M)?
Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M)  berfungsi:
  1. Merumuskan kebijakan dan menetapkan akreditasi Sekolah /Madrasah
  2. Merumuskan kriteria dan perangkat akreditasi S/M untuk diusulkan kepada Menteri.
  3. Melaksanakan sosialisasi kebijakan, kriteria, dan perangkat akreditasi Sekolah /Madrasah.
  4. Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan akreditasi Sekolah /Madrasah.
  5. Memberikan rekomendasi tindak lanjut hasil akreditasi.
  6. Mengumumkan hasil akreditasi Sekolah /Madrasah secara nasional.
  7. Melaporkan hasil akreditasi Sekolah /Madrasah kepada Menteri, dan
  8. Melaksanakan ketatausahaan BAN-S/M.
12. Apa Tugas Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M)?
Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) bertugas:
  1. Melakukan sosialisasi kebijakan dan pencitraan BAN-S/M dan BAP-S/M kepada Pemprov, Kanwil Depag, Kandepag, Sekolah/Madrasah, dan masyarakat pendidikan pada umumnya.
  2. Merencanakan program akreditasi Sekolah/Madrasah yang menjadi sasaran akreditasi.
  3. Mengadakan pelatihan asesor sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh BAN-S/M.
  4. Menetapkan hasil peringkat akreditasi melalui Rapat Pleno Anggota BAP-S/M.
  5. Menyampaikan laporan pelaksanaan program dan pelaksanaan akreditasi serta rekomendasi tindak lanjut kepada BAN-S/M dengan tembusan kepada Gubernur.
  6. Menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, dan LPMP.
  7. Menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Pemerintah Kab/Kota yang bersangkutan dan satuan pendidikan dalam rangka penjaminan mutu sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
  8. Mengumumkan hasil akreditasi kepada masyarakat, baik melalui pengumuman maupun media massa.
  9. Mengelola sistem basis data akreditasi.
  10. Melakukan monitoring dan evaluasi secara terjadwal  terhadap kegiatan akreditasi.
  11. Melaksanakan kesekretariatan BAP-S/M.
  12. Membuat tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kerangka tugas pokok BAP-S/M, dan
  13. Melaksanakan tugas lain sesuai kebijakan BAN-S/M
13. Apa Tugas Unit Pelaksana Akreditasi  (UPA) Kabupaten/Kota?
Tugas Unit Pelaksana Akreditasi  (UPA) Kabupaten/Kota adalah:
  1. Sebagai penghubung antara BAP-S/M dengan Dinas Pendidikan dan Kandepag.
  2. Mengusulkan jumlah Sekolah /Madrasah yang akan diakreditasi kepada BAP-S/M.
  3. Mengusulkan jumlah asesor yang dibutuhkan untuk kab/kota yang bersangkutan.
  4. Menyusun data Sekolah /Madrasah yang telah dan akan diakreditasi di tingkat kab/kota
  5. Mengkoordinasikan sasaran penugasan asesor.
  6. Mengkoordinasikan jadwal pemberangkatan asesor.
  7. Menyiapkan perangkat akreditasi dan adm. bagi asesor.
  8. Melaporkan pelaksanaan kegiatan.
  9. Membantu administrasi keuangan BAP-S/M, dan
  10. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh BAP-S/M.
14. Bagaimana mekanisme  Akreditasi Sekolah?
Mekanisme Akreditasi Sekolah meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Penyusunan Rencana Jumlah dan Alokasi Sekolah/Madrasah
BAP-S/M menyusun perencanaan jumlah dan alokasi Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi dengan koordinasi Disdik Provinsi dan Kanwil Depag untuk tiap provinsi pada setiap tahunnya dan jabaran alokasi untuk setiap kabupaten/kota
b. Pengumuman Secara Terbuka  kepada Sekolah/Madrasah
BAP-S/M mengumumkan secara terbuka kepada Sekolah/Madrasah pada provinsinya masing-masing untuk menyampaikan usul akreditasi melalui Disdik Kabupaten/Kota, Kandepag, UPA, dan media lainnya.
c. Pengusulan Daftar Sekolah/Madrasah
Disdik Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kanwil Depag, dan Kandepag mengusulkan daftar nama dan alamat Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi mengacu pada alokasi yang telah ditetapkan pada butir a.
d. Pengiriman Perangkat Akreditasi ke Sekolah/Madrasah
BAP-S/M mengirimkan Perangkat Akreditasi ke Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi.
e. Pengisian Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung
Sebelum mengajukan permohonan akreditasi, Sekolah/Madrasah harus melakukan evaluasi diri terlebih dahulu. Evaluasi diri ini dilakukan melalui pengisian Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung yang telah dikirimkan oleh BAP-S/M.
f. Pengiriman Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung
Sekolah/Madrasah mengirimkan Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung dan mengajukan permohonan untuk diakreditasi kepada BAP-S/M melalui UPA-S/M Kab/Kota, atau langsung ke BAP-S/M bagi Kab/Kota yang tidak memiliki UPA-S/M, dengan tembusan ke Dinas Pendidikan Kab/Kota dan Kandepag. Pengajuan akreditasi oleh Sekolah/Madrasah harus dilengkapi dengan surat pernyataan Kepala Sekolah/Madrasah tentang Keabsahan Data dalam Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung.
g. Penentuan Kelayakan Visitasi
BAP-S/M menentukan kelayakan visitasi berdasarkan hasil evaluasi diri. Apabila pemeriksaan hasil evaluasi diri dinyatakan layak untuk divisitasi, maka BAP-S/Mmenugaskan asesor untuk melaksanakan visitasi ke Sekolah/Madrasah. Namun apabila hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan tidak layak, maka BAP-S/M membuat surat kepada Sekolah/Madrasah yang berisi tentang penjelasan agar Sekolah/Madrasah yang bersangkutan melakukan perbaikan.
h. Penugasan Tim Asesor
BAP-S/M menetapkan dan menugaskan tim asesor untuk melaksanakan visitasi ke Sekolah/Madrasah.
i. Pelaksanaan Visitasi
Asesor melaksanakan visitasi dengan jalan melakukan klarifikasi, verifikasi, dan validasi data evaluasi diri Sekolah/Madrasah sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah itu tim asesor melaporkan hasil visitasi tersebut kepada BAP-S/M.
j. Verifikasi Hasil Visitasi Asesor
BAP-S/M melakukan verifikasi terhadap hasil visitasi asesor terutama  untuk butir-butir esensial.
k. Penetapan Hasil Akreditasi Sekolah/Madrasah
BAP-S/M menetapkan hasil akreditasi Sekolah/Madrasah melalui rapat pleno. Rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari 50% jumlah anggota BAP-S/M. Keputusan penetapan hasil akreditasi ditetapkan melalui musyawarah untuk mufakat. Hasil rapat pleno BAP-S/M tentang penetapan hasil akreditasi dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan BAP-S/M
l. Penerbitan Sertifikat
Berdasarkan hasil akreditasi yang ditetapkan melalui rapat pleno, BAP-S/M sesuai  dengan kewenangannya akan menerbitkan sertifikat akreditasi S/M sesuai dengan format dan blanko yang dikeluarkan oleh BAN-S/M.
m. Pelaporan Hasil Akreditasi
Hasil akreditasi Sekolah/Madrasah tersebut akan dilaporkan ke berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, sebagai berikut.
  • BAN-S/M melaporkan kegiatan akreditasi Sekolah/Madrasah kepada Mendiknas.
  • BAP-S/M melaporkan kegiatan akreditasi Sekolah/Madrasah kepada Gubernur dengan tembusan kepada BAN-S/M, Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kandepag, dan LPMP.
  • Laporan hasil akreditasi Sekolah/Madrasah juga dapat diakses oleh berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan dengan peningkatan mutu pendidikan.  Seluruh hasil akreditasi secara nasional  diumumkan melalui website BAN-S/M dengan alamat situs dihttp://www.ban-sm.or.id
Depdiknas, Depag, Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Kandepag, dan penyelenggara melakukan pembinaan terhadap Sekolah/Madrasah berdasarkan hasil akreditasi sesuai dengan kewenangannya.
Dalam rangka membantu kinerja sekolah dalam mencapai predikat terbaik dalam penilaian akreditasi maka kami Duta Kencana, memperkenalkan alat bantu yang akan dapat membantu sistem kerja anda dalam meraih status akreditas terbaik, yang kami sebut Perangkat Instrumen Akreditasi 8 Standar.

Standarisasi Pendidikan, Akreditasi, dann Ujian Nasional (UN), Tidak Menghambat Perbedaan

Dalam konteks pembangunan nasional, pada hakekatnya pendidikan mempunyai fungsi: Pemersatu bangsa,Penyamaan kesempatan, Pengembangan potensi diri. Dalam hal ini, pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam kesatuan NKRI.

Selain itu, dari pendidikan juga diharapkan dapat memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Untuk itu, dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan:

1. Pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik;

2. Proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis;

3. Hasil pendidikan yang bermutu dan terukur;

4. Berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;

5. Tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal;

6. Berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan

7. Terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

8. Acuan dasar tersebut diataslah kemudian berwujud sebagai standar nasional pendidikan di Indonesia.

Pedoman yang digunakan sebagai kriteria penyelenggaraan pendidikan dalam mewujudkannya disebut dengan standar nasional pendidikan.

Pada dasarnya standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu serta bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dengan adanya standar nasional pendidikan diharapkan dapat memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu, mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, serta mewujudkan keadilan dan pemerataan pendidikan sebagaimana pendapat Tilaar (2006) yang menyatakan bahwa standardisasi pendidikan didalam pelaksanaannya ternyata bukan hanya sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai pemerataan pendidikan yang bermutu.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (1) Standar Isi; (2) Standar Proses; (3) Standar Kompetensi Lulusan; (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7) Standar Pembiayaan; dan (8) Standar penilaian pendidikan. Dalam penerapannya, standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, sehingga dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan maka dilakukan juga evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.

Dengan kondisi tertentu, sebagian besar pihak mempercayai bahwa standarisasi pendidikan akan meningkatkan kualiatas proses belajar mengajar (Tilaar, 2006). Namun, walaupun standar nasional pendidikan merupakan acuan dasar (benchmark) bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, standar nasional pendidikan hanya sebatas memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Begitupula kegiatan akreditasi, hanya dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan yang dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka, sehingga baik standar pendidikan nasional maupun kegiatan akreditasi tidak akan menghambat diciptakannya perbedaan-perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Bagi Perguruan Tinggi misalnya, standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing perguruan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi, yang mana dalam prakteknya masing-masing perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan secara berbeda dan menghasilkan lulusan yang memiliki ciri khas tertentu dibandingkan lulusan pendidikan tinggi lainnya.

Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikan nonformal, hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Begitupula penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat, didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat, yang mana standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja.

Permasalahan standar nasional pendidikan dan akreditasi ini, juga erat kaitannya dengan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) bagi peserta didik tingkat menengah pertama (SMP/MTS/SMPLB) dan tingkat menengah atas (SMA/ SMK/MA/SMALB). Program nasional yang dicanangkan sejak tahun 2003 ini memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pengendalian mutu dalam sistem pendidikan atau menjadi salah satu mekanisme dan instrumen pengendalian mutu lulusan agar sesuai dengan kualifikasi atau standar minimal yang telah ditetapkan.

2. Sebagai instrumen akuntabilitas atau untuk menyampaikan informasi kepada orang tua dan masyarakat mengenai keberhasilan dan manfaat dari dana yang dikeluarkan untuk pendidikan dan menginformasikan kemajuan dan kemunduran prestasi akademik para lulusan setiap tahunnya.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk seleksi, penempatan, dan penjurusan peserta didik atau dapat dimanfaatkan pula sebagai bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang lulusan yang mendaftar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau melamar pekerjaan.

4. Sebagai alat diagnostik atau berupa analisis statistik terhadap ujian akhir untuk mengevaluasi sistem maupun kebijakan yang telah diambil, serta mengidentifikasi variabel-variabel yang menentukan keberhasilan pada suatu kebijakan maupun pada sistem secara keseluruhan.

5. Sebagai evaluasi eksternal atau sebagai alat pendorong atau pemberi motivasi kepada peserta didik untuk belajar lebih sungguh-sungguh dan memotivasi guru untuk mengajar lebih sungguh-sungguh dalam mencapai standar nasional minimal yang telah ditetapkan, termasuk diharapkan pula berfungsi sebagai alat pendorong kepada orang tua murid dalam mempersiapkan masa depanya.

Dalam kenyataannya, berkaitan dengan lima fungsi UAN diatas, sampai saat ini masih tetap menuai kritikan dari berbagai pihak, mulai dari regulasinya yang disinyalir masih penuh dengan kontroversi (Darmaningtyas, 2006), mata pelajaran yang diujikan dianggap tidak mungkin memberikan informasi menyeluruh tentang perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pendidikan (Arif, dkk, 2008), sampai pada pemberlakuan standar kelulusannya yang dianggap masih kurang tepat karena relatif tingginya disparitas mutu pendidikan antardaerah di Indonesia (Ki Supriyoko, 2004).

Walaupun sifat UN berlaku secara nasional atau bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi, hal ini tidak akan menghambat diciptakannya perbedaan-perbedaan yang dapat ditonjolkan oleh masing-masing sekolah, terutama perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing lulusannya. Dengan hanya mengujikan mata pelajaran dasar, seperti matematika dan bahasa Indonesia, masih dimungkinkan sekolah-sekolah memiliki ciri khas tersendiri baik dalam menciptakan strategi khusus untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki keunggulan tertentu maupun dalam pelaksanaan proses pembelajarannya, termasuk dalam menghadapi UN, masing-masing sekolah dimungkinkan untuk memiliki strategi yang berbeda dari sekolah lainnya dalam mempersiapkan peserta didiknya menghadapi dan berhasil lulus setelah mengikuti UN.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa baik standar nasional pendidikan, kegiatan akreditasi maupun UN yang diberlakukan pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, tidak akan menghambat diciptakannya suatu perbedaan-perbedaan, sangat terbuka kesempatan bagi penyelenggara pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada perbedaan, terutama di sekolah dan perguruan tinggi. Baik sekolah, perguruan tinggi sampai kepada program studi masih berkesempatan memiliki visi dan misi yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai pada masing-masing penyelenggara pendidikan tersebut, yang mana atas perbedaan visi dan misi tersebut, tentunya mensyaratkan adanya perbedaan kurikulum, serta proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga kompetensi yang dimiliki lulusan pun dapat berbeda pada masing-masing penyelenggara pendidikan di setiap daerah. 

Kredibilitas Hasil UN

Hasil Ujian Nasional (UN) untuk SMA/MA/ SMK secara resmi telah diumumkan pada Selasa (20 Mei 2014). Tingkat kelulusan SMA/MA mencapai 99,52%, turun jika dibanding UN 2013 sebesar 99,53%. 

Sedangkan tingkat kelulusan SMK adalah 99,90%, turun jika dibanding tahun lalu yang mencapai 99,94%. Data ini menunjukkan bahwa angka ketidaklulusan UN meningkat. Yang paling mencolok adalah ketidaklulusan SMK yang jika diangkakan mencapai 1.159 siswa. Padahal tahun lalu angka ketidaklulusan SMK hanya 601 siswa. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga melaporkan bahwa rata-rata nilai UN SMA tahun ini adalah 6,12. Nilai ini sedikit lebih rendah dari ratarata hasil UN tahun lalu yakni 6,32. 

Rata-rata nilai UN juga lebih rendah dari rata-rata nilai ujian sekolah yang mencapai 8,39. Data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan sekolah memberikan nilai tinggi saat ujian sekolah. Karena itu, nilai UN penting sebagai pembanding nilai ujian sekolah. Melihat capaian hampir 1,7 juta anak SMA yang mengikuti UN, jelas nilai mereka masih sangat rendah. Karena itu, harus ada intervensi dari stakeholders pendidikan untuk meningkatkan mutu lulusan SMA. 

Variabel terpenting dari keinginan untuk meningkatkan mutu lulusan adalah guru. Peranan guru sangat penting karena menjadi ujung tombak pendidikan. Bukankah jantung pendidikan itu selalu ada di kelas? Dan, gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses belajar mengajar di kelas. 

*** Selain persoalan rata-rata nilai yang rendah, UN tahun ini juga dinodai berbagai kasus ketakjujuran. Yang lebih menyedihkan, kasus itu melibatkan kepala sekolah (kasek) dan guru. Pemerhati dan praktisi pendidikan pasti kaget tatkala membaca berita bahwa ada 70 kasek dan guru berkomplot untuk mencuri soal UN. Kasus memalukan ini terjadi di Kabupaten Lamongan, Jatim. Kasus ini jelas menjadi potret buram pelaksanaan UN. Tidak tertutup kemungkinan jika kasus ketakjujuran dalam UN SMA layaknya fenomena gunung es. 

Artinya, kasus ketakjujuran yang melibatkan kasek dan guru sesungguhnya sangat banyak. Hanya, kasuskasus itu luput dari perhatian publik karena belum terendus media. Apalagi dalam perkembangan penyelidikan aparat kepolisian, kasus pencurian soal oleh kepala sekolah dan guru itu ternyata berkaitan dengan jaringan joki gosok. Melalui joki gosok dan jaringannya inilah praktik jual beli kunci jawaban UN menyebar hingga di Surabaya. 

Setidaknya ada delapan SMA negeri di Surabaya yang terlibat jaringan joki gosok. Dampak dari berbagai kasus ketakjujuran itu menyebabkan publik kurang percaya dengan hasil UN. Kredibilitas hasil UN pun terus dipersoalkan. Karena itu, sejumlah rektor menolak untuk menjadikan nilai UN SMA sebagai salah satu komponen penilaian masuk perguruan tinggi negeri. Para rektor menilai hasil UN tidak lagi mencerminkan kemampuan yang sebenarnya dari siswa. 

Padahal Mendikbud Mohammad Nuh berulang memerintahkan pada para rektor untuk menjadikan hasil UN sebagai dasar penerimaan mahasiswa baru. Persoalan ketakjujuran yang selalu mewarnai pelaksanaan UN secara tidak langsung juga diakui pemerintah. Itu dapat diamati dari kebijakan Kemendikbud yang mengubah soal UN dari lima paket menjadi 20 paket. Di samping itu, pengamanan soal UN juga dilakukan superketat. Tidak cukup pengawas dari kalangan sipil, aparat kepolisian pun dilibatkan untuk menjaga UN. 

Pelibatan aparat kepolisian secara masif menunjukkan antisipasi Kemendikbud untuk menjaga UN dari praktik tidak jujur. Rasanya tidak pernah ada pelaksanaan ujian di negara-negara lain yang dijaga begitu banyak aparat kepolisian sebagaimana yang terjadi di Tanah Air. Meski UN telah dijaga aparat kepolisian, praktik tidak jujur tetap terjadi. Itu karena budaya tidak jujur telah menyebar hampir seluruh bidang kehidupan. 

*** Untuk meniadakan praktik ketakjujuransaat UN, pastidibutuhkan waktu karena itu terkait budaya. Meski begitu, Kemendikbud dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil ujian harus terus berusaha untuk membangun budaya jujur. Dalam kaitan ini pihak-pihak yang terlibat praktik ketakjujuran harus ditindak tegas. Langkah inilah yang tampaknya belum dilakukan Kemendikbud. Justruaparatkepolisianyangkelihatan serius untuk menyelidiki kasus pencurian soal dan peredaran kunci jawaban UN. 

Kemendikbud seharusnya terlibat aktif menyelesaikan kasus ketakjujuran UN. Jika perlu, ada pemberian sanksi keras misalnya pemecatan kepada kasek dan guru komplotan pencuri soal UN. Langkah ini penting agar menjadi pelajaran bagi kasek dan guru lain. Di samping pemberian sanksi yang bersifat personal, sanksi seharusnya juga diberikan pada sekolah. Apalagi jika dalam penyelidikan ditemukan fakta bahwa sekolah telah melakukan pembiaran terhadap praktik ketakjujuran. 

Dalam hal ini sanksi pada sekolah dapat berupa penurunan status akreditasi. Pengalaman negara-negara maju seperti Singapura layak dijadikan referensi. Negeri jiran Singapura telah menerapkan sanksi penurunan status akreditasi bagi sekolah yang tidak jujur saat UN. Hukuman ini ternyata sangat efektif untuk meminimalkan praktik ketakjujuran. Apalagi tindakan itukemudiandiikutidenganekspose ke media. Sekolah mana pun akan takut jika diumumkan ke media telah melakukan praktik ketakjujuran saat UN. 

Jika langkah tersebut dicontoh Kemendikbud, rasanya akan memberikan efek jera pada kepala sekolah dan guru. Sementara sekolah yang diturunkan status akreditasinya karena kasus ketakjujuran pasti akan ditinggalkan stakeholders -nya. Sekolah ini pada saatnya tidak akan memperoleh kepercayaan dari masyarakat hingga kemudian gulung tikar. Persoalannya, kini berpulang pada keberanian Kemendikbud. Beranikah Kemendikbud memberikan sanksi pada pihak-pihak yang telah menodai UN dengan menyebarkan virus ketakjujuran? Rasanya masyarakat akan memberikan apresiasi yang setinggi- tingginya pada Kemendikbud jika berani bersikap tegas. 

Kita harus berempati pada anak-anak yang sudah bekerja keras, bersungguh-sungguh, dan berperilaku jujur saat UN. Mereka terpaksa harus menerima kenyataan hasil UN-nya dinilai tidak kredibel akibat kasus ketakjujuran yang dilakukan oknum tertentu.

Papan Tulis / White Board


Seperti telah kita ketahui bahwa Papan tulis / White board merupakan sebuah elemen utama bagi sebuah instansi pendidikan dalam rangka transfer ilmu pengetahuan. Papan tulis / white board telah menjadi media utama dalam penyampaian ilmu yang diajarkan, dan sebuah alat bantu primer. Kami Duta Kencana, juga memepersiapkan alat bantu tersebut. Klik disini untuk menghubugi kami

Thursday, June 12, 2014

Lemari Piala

Bukti prestasi seringkali menjadi pengaruh yang sangat baik bagi para orang tua murid memilih suatu sekolah untuk dipercaya menitipkan anak-anaknya. Piala, Piagam, Award, atau bukti prestasi lainnya sangat penting untuk ditunjukan kepada publik agar mereka dapat mengetahui prestasi apa saja yang telah kita /sekolah raih.
Demi memenuhi kebutuhan untuk menunjukan hasil prestasi dan mengemasnya dalam tempat yang kondusif, maka kami Duta kencana juga membuatkan untuk anda Lemari Piala.
Berikut adalah spesifikasinya :
  • Bahan : Alumunium + kaca (Knock down, sehingga dapat di atur untuk menyimpan piala yang tinggi), serta  Kayu + Kaca (Knock down).
  • Dimensi : 120 x 200 x 50


Apabila anda berminat maka anda dapat menghubungi kami disini.

Tuesday, June 10, 2014

Perangkat Instrumen Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS)


Menjadi kepala sekolah tentu tak lepas dari adanya sebuah standar kerja yang harus dimiliki dan didokumentasikan oleh kepala sekolah sebagai bahan dasar kinerjanya, penilaian ini merupakan bagian terpenting dari karir kepala sekolah. Maka kami memeperkenalkan kepada anda sebuah perangkat Instrumen Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS), untuk memudahkan proses dokumentasi yang teratur dan sistematis.

Spesifikasi
·         Bahan : Alumunium + Kaca & Kayu
·         Dimensi : 160 x 200 x 45
·         Map file tercetak dengan logo sekolah dan point standar penilaian (230 pcs)
·         Box File tercetak dengan logo sekolah dan point standar penilaian (3-4 point/box file) (64pcs)

Jika anda berminat, anda dapat menghubungi kami pada halaman kontak, Klik disini, untuk mendapatkan penawaran menarik dari kami.